By
Setiap orang memiliki berbagai bentuk belenggu batin seperti rasa
luka, kesedihan, kebencian, kesepian, obsesi, ketidakpuasan, kecemasan,
ketakutan, kelekatan, kesepian, kemarahan, dan berbagai bentuk
penderitaan. Sesungguhnya, semakin dalam orang menyadari penderitaan
batin, semakin besar pintu pembebasan terbuka, asal orang mampu
menyentuhnya dengan cara yang tepat.
Menyentuh Penderitaan
Kita bisa menyentuh penderitaan batin dengan melihat fakta bahwa
hidup pada hakekatnya adalah penderitaan. Akar dari penderitaan adalah
keinginan atau kelekatan. Penderitaan muncul bukan hanya ketika hasrat
tidak terpuaskan, tetapi juga ketika hasrat terpuaskan dan batin
melekatinya. Semakin besar rasa kepuasan, semakin kuat potensi kelekatan
yang ditimbulkan, dan semakin besar pula penderitaan yang dihasilkan.
Apa yang tampak indah, mempesona, membawa nikmat bisa menjadi sumber
penderitaan yang berlipat-lipat ketika batin melekatinya.
Tidak ada manusia yang lolos dari penderitaan sejak dilahirkan.
Ketika penderitaan datang, orang bisa dibuat lumpuh karenanya. Orang
sering kali mengatakan, “Aku sangat menderita. Mengapa aku harus
menanggung penderitaan seperti ini? Mengapa aku menderita, sementara
orang lain (liyan) hidup enak?” Orang berpikir hanya dirinyalah yang
menderita sementara liyan tidak atau dirinya menderita lebih hebat
dibanding liyan.
Kenyataannya, semua orang menderita. Saat ini pula banyak orang di
seluruh dunia merasakan penderitaan yang sama persis seperti yang Anda
derita. Bukankah dengan membuka mata batin dan melihat fakta bahwa bukan
hanya diri Anda sajalah yang menderita, tetapi juga banyak liyan pada
saat yang sama menderita seperti Anda, membuat Anda merasa tidak
sendirian?
Melihat fakta bahwa banyak liyan menderita pada saat yang sama
seperti Anda membuat batin agak ringan dalam menanggung penderitaan.
Tetapi penderitaan belum akan berhenti kalau Anda masih berpikir bahwa
Anda memiliki penderitaan, “Penderitaan ini adalah milikku.”
Penderitaan Anda sesungguhnya sama persis dengan penderitaan saya dan
penderitaan liyan. Penderitaan tidak memiliki tuan. Ia bukan milik
Anda, bukan milik saya, bukan milik liyan. Penderitaan adalah
penderitaan. Ia adalah fakta universal yang mendera siapa saja.
Seperti halnya tidak ada orang yang tidak lolos dari penderitaan,
begitu pula tidak ada orang yang tidak ingin bebas dari penderitaan.
“Aku lelah menderita. Aku ingin bebas dari penderitaan.” Seperti Anda,
banyak orang juga bermimpi bebas dari penderitaan. Namun demikian,
penderitaan belum akan berakhir hanya dengan memiliki mimpi atau
membangun niat supaya tidak menderita. Hasrat yang besar untuk bebas
tidak membuat orang bebas dari penderitaan selama akar penderitaan itu
sendiri tidak terpahami.
Penderitaan masih terus akan berlanjut selama masih ada paham adanya
si aku sebagai entitas lain di luar penderitaan, entah si aku yang
menderita atau si aku yang ingin bebas dari penderitaan. Sesungguhnya,
apakah ada si aku sebagai entitas lain yang terpisah dari penderitaan?
Bukankah si aku tidak terpisah dari penderitaan atau si aku itu tidak
lain adalah penderitaan itu sendiri? Bisakah melihat tidak ada lagi
“penderitaanku”; yang ada hanya “penderitaan sebagai penderitaan”?
Selama masih ada si aku yang terpisah dari penderitaan, maka ada diri
yang merasa menderita dan ada diri yang bergulat melawan derita. Ketika
si aku tidak ada, bukankah penderitaan tidak lagi mengganggu Anda atau
penderitaan itu lenyap? Dan ketika penderitaan berakhir, apa yang Anda
lihat? Bukankah cinta dan welas asih terlahir?
Membangkitkan Welas Asih
Orang yang menderita tidak mungkin bisa mencinta. Cinta hanya mungkin
terlahir ketika penderitaan tidak lagi ada. Ketika cinta ini menyentuh
penderitaan liyan dan menolong liyan terbebas dari penderitaan, maka
cinta ini disebut dengan welas asih.
Welas asih berbeda dari rasa kasihan, sebab rasa kasihan bersumber
dari rasa takut, rasa superior, atau rasa diri sebagai yang berbeda dari
liyan. Tindakan yang muncul dari rasa kasihan tidak mengurangi
penderitaan liyan. Agar beban penderitaan liyan terasa berkurang atau
untuk membantu liyan terbebas dari penderitaan, welas asih perlu
dibangkitkan.
Kita bisa berlatih membangkitkan welas asih dengan menyentuh
penderitaan liyan, entah mereka yang kita cintai atau mereka yang kita
benci. Kita juga bisa berlatih menyentuh bentuk-bentuk penderitaan yang
mendera lebih banyak orang pada saat yang bersamaan. Misalnya,
penderitaan rakyat akibat korupsi, perampokan sumber daya, derai air
mata rakyat kecil akibat pemiskinan, kesusahan hati akibat
ketidakadilan, ketakutan dan ketidaknyamanan akibat kekerasan dalam
hidup bersama, hutan gunung sawah lautan yang merana akibat pembakaran,
pembalakan, dan pencemaran. Mulailah dari lingkaran yang paling dekat
dan kembangkan lebih jauh keluar menjangkau seluas dunia tanpa batas.
Sentuhlah dengan kesadaran Anda. Sentuhlah penderitaannya. Semakin
dalam dan luasnya penderitaan manusia dan kerusakan bumi yang kita
sentuh, semakin besar energy cinta dan welas asih dibangkitkan. Semakin
besar energy cinta dan welas asih, semakin kuat dorongan untuk
membebaskan sesama dan bumi dari penderitaan dan kehancuran.
Semoga lebih banyak makhluk berbahagia dengan sentuhan kesadaran
Anda. Semoga lebih banyak makhluk bebas dari penderitaan karena cinta
dan welas asih.*
Sumber : Gereja St. Anna – Paroki Duren Sawit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar