Ada 4 ( empat ) macam cinta dalam bahasa Yunani. Apa bisa
dibuatkan sebuah artikel mengenai hal ini serta contoh-contoh
penggunaannya dalam alkitab beserta maknanya? Khususnya mengenai
percakapan Tuhan Yesus dengan St. Petrus yang dimana Tuhan Yesus
menanyakan kepada Petrus, “apakah kau mengasihi-Ku” sebanyak 3 ( tiga ) kali yang
dimana digunakan kata “cinta” yang berbeda-beda.
Menurut bahasa Yunani ada empat kata untuk kata “kasih/ cinta”. Agape adalah kasih yang tak bersyarat, eros adalah kasih yang menginginkan, philia adalah kasih antara sahabat/ saudara, dan storge adalah
ungkapan kasih kodrati, seperti antara orang tua kepada anak (namun
ungkapan yang keempat ini jarang digunakan dalam karya tulis kuno).
Jika dilihat dari pengertian dasarnya, menurut Paus Benediktus XVI, eros
adalah kasih antara pria dan wanita di mana kasih tersebut tidak
direncanakan ataupun diinginkan, namun sepertinya tertanam di dalam diri
manusia itu. Sedangkan philia adalah kasih persahabatan yang sering dipakai untuk menggambarkan kasih antara Kristus dan para murid-Nya, dan agape
adalah kasih menurut pengertian Kristiani Paus Benediktus
mengatakan bahwa menurut Perjanjian Lama bahasa Yunani, kata ‘eros‘ hanya tertulis dua kali, sedangkan dalam Perjanjian Baru, kata eros sama sekali tidak digunakan.
Menurut pengertian Yunani, eros artinya adalah “divine madness“,
namun penerjemahannya di dalam agama Yunani adalah dengan praktek
prostitusi dalam kuil- kuil mereka, di mana manusia seolah- olah
dijadikan alat untuk memancing kegairahan “divine madness” tersebut. Maka di sini terlihat bahwa makna eros
perlu dimurnikan, jika ingin dikembalikan ke makna aslinya, yang dalam
konteks rohani mengacu kepada suatu pengalaman puncak dari keberadaan
kita manusia, yaitu persatuan dengan Tuhan, keinginan yang telah
tertanam dalam diri manusia.
Maka konsep pengertian eros menyatakan adanya hubungan
antara kasih dan Tuhan; dan karena manusia terdiri dari tubuh dan jiwa,
maka untuk mengasihi Tuhan juga dibutuhkan keterlibatan tubuh dan jiwa.
Pandangan ini memurnikan kesalahan pandangan umum yang ada dewasa ini,
yang mereduksi eros menjadi “seks saja” atau yang lama kelamaan
menuju kepada ekstrim yang lain yaitu kebencian terhadap apa yang
berkaitan dengan tubuh manusia. Iman Kristiani tidak mengajarkan
demikian, sebab manusia memang terdiri dari tubuh dan jiwa yang
spiritual, dan untuk dapat mengasihi Tuhan, diperlukan jalan ‘eros‘ yang menanjak menuju Tuhan, yang melibatkan penyangkalan diri/ pengorbanan, pemurnian dan pemulihan.Dalam Kitab Kidung Agung, dituliskan kata kasih dengan istilah dodim -yang artinya kasih yang tak menentu, yang mencari-cari- dan ahaba (keduanya adalah kata Ibrani) yang diterjemahkan dalam versi Yunani menjadi agape. Agape
ini kemudian menjadi istilah tipikal dalam Kitab Suci untuk
menggambarkan kasih yang tidak lagi tidak menentu, sebab kasih ini
tertuju kepada pengenalan akan diri orang yang dikasihi, melebihi
perhatian ataupun kesenangan sendiri. Agape menginginkan kebaikan bagi orang yang dikasihi, dan keinginan untuk berkorban baginya .
Jadi eros dan agape menggambarkan realitas kasih yang tidak terpisahkan. Kasih tidak bisa selalu memberi (agape) tetapi juga menerima (eros). Mereka yang ingin memberi kasih harus juga menerima kasih. Pada Tuhan, kasih eros-Nya kepada manusia juga adalah kasih yang total agape.
Kasih Tuhan yang membara kepada manusia adalah juga kasih-Nya yang
mengampuni. Kasih Allah yang sedemikian kepada manusia digambarkan
sebagai kasih antara mempelai pria dan wanita, seperti tertulis dalam
kitab Kidung Agung, yaitu bahwa manusia dapat masuk ke dalam kesatuan
dengan Tuhan, “Tetapi siapa yang mengikatkan dirinya pada Tuhan, menjadi
satu roh dengan Dia.” (1 Kor 6:17)
Kasih eros ini tertanam dalam diri manusia, bahwa laki- laki
terpanggil untuk meninggalkan ayah ibunya dan bersatu dengan istrinya.
Dengan demikian, perkawinan yang monogam merupakan penggambaran nyata
atas kasih Tuhan yang satu (monotheism) kepada manusia. Cara Tuhan mengasihi manusia, menjadi tolok ukur/ contoh bagi kasih manusia.
Menarik untuk disimak adalah contoh penggunaan kata philia dan agape,
dalam perikop Yoh 21:15-19. Di sana Yesus bertanya sebanyak tiga kali
kepada Rasul Petrus, “Apakah engkau mengasihi Aku?” Pertanyaan Yesus
yang pertama dan kedua menggunakan kata agape, Apakah engkau mengasihi (agapo) Aku? Namun Petrus selalu menjawabnya dengan, “….Engkau tahu bahwa aku mengasihi (philieo) Engkau”. Yang ketiga kalinya, Yesus bertanya, “Apakah engkau mangasihi (phileo) Aku?” Dan Petrus menjawab, “Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi (phileo) Engkau.” Kata Yesus kepadanya: “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” (Yoh 21:17)
Agaknya Tuhan Yesus memahami bahwa kasih Petrus kepada-Nya tidak akan sama besarnya dengan kasih-Nya (agape)
kepada Petrus. Namun demikian, Kristus menerima pernyataan kasih dari
Petrus yang sejujurnya ini, dan tetap mempercayakan penggembalaan
kawanan domba-Nya kepada Petrus. Penerimaan Kristus akan diri Petrus apa
adanya inilah yang justru mengubah Petrus, dan menumbuhkan kasih di
dalam hatinya, sehingga kelak di akhir hidupnya, Petrus dapat
membuktikan kasih yang besar kepada Kristus dengan kasih yang menyerupai
kasih Kristus kepadanya. Rasul Petrus rela menyerahkan dirinya untuk
dihukum mati oleh pihak penguasa Roma dengan disalibkan terbalik, demi
membela imannya akan Kristus.
Sungguh, kesaksian hidup rasul Petrus yang semakin bertumbuh di dalam
kasih kepada Tuhan ini, selayaknya menjadi teladan kita. Seperti
Petrus, kitapun mungkin jatuh bangun di dalam hidup ini. Namun
selayaknya kita mengingat akan kasih Allah yang total tak bersyarat/ agape
kepada kita; sehingga hari demi hari kita dibentuk oleh Tuhan untuk
menjadi semakin bertumbuh di dalam kasih kepada-Nya, agar semakin
menyerupai kasih-Nya yang total kepada kita.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,