Rabu, 25 Juli 2012

BERCERMIN DICERMIN SENDIRI

Semenjak sang suami - sang ayah kembali kepangkuan Bapa di surga beberapa tahun lalu, sang ibulah yang bertanggungjawab akan masa depan anaknya. Suasana dan kondisi keluarga semakin memilukan lantaran keadaan ekonomi keluarga yang semakin parah. Sang ibu memilih lebih senang memberi nasehat kepada Roy anak tunggalnya yang berusia 11 tahun :“Nak, bercerminlah dicermin sendiri”. Sang ibu tidak memberi banyak nasehat, perintah yang kadang tidak berkhasiat. Makin banyak atribut wejangan atau nasehat, anak akan menjadi bingung yang mana menjadi prioritas dan sering lupa. Sang ibu tidak menerangkan / menjelaskan apa arti ungkapan itu, dengan maksud Roy sendiri teemukan maknanya dengan demikian akan senantiasa mengingatnya.

Roy sama sekali tidak mengerti apa arti dari ungkapan ibutnya, suatu hari saat makan malam Roy berkeluh, “Mom, semua teman saya selalu diantar jemput, mereka suka makan di kantin. Pokoknya teman-teman saya selalu senang seperti tidak ada yang kurang” Sang ibu yang mendengar “jeritan” anaknya merasa sangat pilu, air matanya mulai mengalir namun ia menahan diri. Ia tidak mau menangis di depan anaknya. Ia harus kuat dan teguh. Sang ibu berkata: Roy, bercerminlah dicermin sendiri”. Untunglah Roy bukan termasuk anak yang cengeng, bawel dan memble. Menjelang tidur, Roy merenungkan apa arti ungkapan ibunya itu.

Setahun kemudian, Roy kembali berkeluh, “Mom, hampir semua teman-temanku punya handphone, atau blackberry. Saat sekolah usai mereka selalu menelepon ayah mereka untuk dijemput.” Kali ini sang ibu tidak kuasa menahan air matanya namun ia cepat menyekanya, sekali lagi ia tidak ingin anaknya melihatnya sedih. Sambil memeluk anaknya ia mengatakan, “Roy, bercerminlah dicermin sendiri”. Setelah itu sang ibu bergegas ke kamar tidur dan menangis disana sendirian.

Akhirnya Roy mengerti apa arti ungkapan dari ibunya itu. “Lihatlah dirimu, keluargamu dan hidupmu sendiri. Terimalah apa adanya dan jangan terlalu banyak mengeluh apalagi menangis. Ubahlah “nasibmu” dengan tekad dan perjuanganmu sehingga kamu bisa seperti mereka yang mempunyai dan memiliki”. Itulah “butir-butir mutiara” yang terpatri dihati Roy. Semenjak itu, Roy tidak pernah lagi mengeluh. Kini ia selalu mengatakan, “Mom, nilai-nilaiku sangat bagus dan guru-guru selalu senang dengan saya karena pekerjaan rumah saya selalu bagus.” Kali ini pun ibunya tetap mengatakan, “Roy, bercerminlah dicermin sendiri”. Roy mengartikannya, “Jangan cepat berpuas diri” Roy akhirnya menjadi anak yang sangat berprestasi dan selalu mendapat beasiswa.

Sahabatku terkasih, bercermin dicermin sendiri, Ini adalah nasehat bijak. Melihat diri lebih dahulu, menerima diri apa adanya dan jangan terlalu banyak mengeluh apalagi berputus asa. Tanam sikap optimis bahwa kitapun bisa mengubah nasib kita sendiri dengan tekad dan perjuangan. Jangan terlalu bergantung kepada orang orang lain akan masa depan. Jangan juga terlalu berharap orang lain mengobah nasib. Sang ibu dan Roy adalah manusia biasa, miskin tetapi mereka telah mengecap suatu Nilai Hidup yang luhur bahwa kebahagiaan dan kesuksesan adalah hak setiap insan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar