Bulan
Mei dan Oktober senantiasa identik dengan Maria, Bunda Yesus Kristus
yang terberkati, dikandung tanpa dosa dan diangkat ke surga dengan
raganya yang tetap murni. Di awal bulan Mei ini, kami mengangkat sebuah
topik yang semoga membuka wawasan kita bersama, betapa Bunda Maria
sedemikian dihormati oleh Gereja sehingga sangat banyak gelar-gelar dan
sebutan-sebutan yang diberikan bagi Bunda Maria untuk menghormati
peranannya dalam Gereja sebagai persekutuan umat beriman.
Kenapa Maria diberikan gelar-gelar tertentu?
Tentu
saja karena peranan Bunda Maria sendiri dalam Gereja. Pertama, Maria
dipilih Tuhan secara istimewa untuk menjadi Bunda Tuhan Yesus Kristus
juru selamat manusia. Pemilihan yang istimewa ini sangat dirasakan
akibatnya yang membahagiakan oleh Gereja sepanjang masa. Kedua,
seperti yang dijelaskan oleh Lumen Gentium No.62, keibuan Maria dalam
tata rahmat berlangsung terus tanpa putus, mulai dari persetujuan yang
diberikannya dengan setia pada saat menerima kabar gembira dari malaikat
Gabriel dan yang dipertahankannya tanpa ragu sampai di kaki salib
sampai kepada kesempurnaan abadi semua orang beriman. Karena setelah
diangkat ke surga, Maria tidak meninggalkan tugas ini, melainkan
melanjutkannya melalui peraantaraan limpah dengan memberikan kita
anugerah keselamatan abadi. Hal itu menunjukkan bahwa peran Maria dalam
tata penyelamatan tetap aktual sepanjang sejarah Gereja tanpa terhenti
oleh hilangnya Maria secara fisik dari panggung sejarah dunia. Karena
itu Maria sungguh melebihi segala makluk di surga maupun di bumi, dan
keunggulan ini sekaligus menjadi alasan bagi umat beriman untuk memuji,
mencinta khusus, mengagumi dan menghormati Maria sambil meneladani dan
memohon bantuan pengantaraan doanya pada Allah.
Kita
tentu saja familiar dengan gelar-gelar yang umum, seperti Perawan yang
Terberkati dan Bunda Allah, ada berapa banyak sebetulnya gelar-gelar
Maria?
Sebuah
sumber menyebut ada 117 gelar-gelar Maria, tetapi tentu saja kita tidak
dapat membahasnya satu-per-satu pada kesempatan ini. Kita akan mambahas
gelar-gelar yang utama, dan bagaimana gelar-gelar Maria dilihat dalam
beberapa pengelompokkan.
Bagaimana mengelompokkannya?
Katekismus
Gereja Katolik artikel 969 dan Konstitusi Dogmatis tentang Gereja
(Lumen Gentium) mengajarkan ada 4 gelar utama Maria dalam kedudukannya
sebagai pengacara (advocata), pembantu (ajutrix), penolong
(auxiliatrix), dan perantara (mediatrix) (LG 62). Tapi kita akan
membahasnya dalam pengelompokkan berdasarkan sifat gelarnya sendiri,
yaitu:
- Gelar yang bersifat doktrinal
- Gelar yang bersifat devosi
- Gelar karena penampakan atau pengaruh geografis.
Gelar
Maria yang bersifat doktrinal adalah gelar-gelar Maria yang secara
dogmatis penting bagi Gereja. Gelar-gelar Maria yang bersifat doktrinal
ini misalnya Maria Bunda Allah, Maria Perawan Yang Terberkati, Maria
Yang Dikandung Tanpa Dosa atau Bunda Gereja adalah contohnya.
Gelar
Maria yang bersifat devosi adalah gelar-gelar yang bersifat puitis atau
alegori. Banyak dari gelar-gelar ini yang berasal dari Kitab Suci,
seperti Tabut Perjanjian, Menara Gading, Benteng Daud, Bintang Timur,
Bintang Samudera dan lain-lain.
Sementara
gelar karena penampakan atau geografis adalah gelar yang diberikan
kepada Maria karena kehadirannya di tempat-tempat tertentu, dan juga
penghormatan daerah tertentu kepada Maria yang khusus daerah tersebut,
bukan Gereja Katolik seluruhnya, misalnya Bunda Lourdes, Bunda Karmel,
Bunda La Salette. Di sebuah paroki di Pakem, Yogyakarta ada gelar
’Kitiran Kencana’ bagi Bunda Maria.
Baiklah, apa saja gelar-gelar Maria karena dogma Gereja?
Ada
beberapa gelar Maria yang bersifat dogma karena berasal dari ajaran
resmi Gereja. Ada yang universal, berasal dari konsili ekumenis sekitar
abad keempat sehingga diterima baik oleh Gereja Katolik Roma dan juga
Gereja Ortodoks Timur seperti gelar Maria Bunda Allah dan ada juga yang
lebih baru yang hanya diterima oleh Gereja Katolik seperti gelar Yang
Dikandung Tanpa Noda (Imaculata) dan Yang Diangkat Ke Surga
(Assumption).
Maria
Bunda Allah dalam bahasa Yunani disebut Theotokos adalah gelar Maria
yang sangat penting bagi Gereja. Gelar ini didasarkan pada panggilan
Elizabeth kepada Maria dalam Injil Lukas 1:43. Gelar ini resmi
disandangkan pada tahun pada Konsili Efesus tahun 431. Pada tahun-tahun
tersebut berkembang ajaran oleh Nestorius dari Konstantinopel yang
memandang bahwa Maria hanya membawa tubuh Yesus sebagai manusia, dan
bukan sekaligus keilahianNya. Gelar Maria Bunda Allah membawa implikasi
teologis bahwa Yesus adalah sungguh-sungguh manusia dan sungguh-sungguh
Allah sejak pertama Ia dikandung oleh Maria dan dengan demikian gelar
itu sekaligus mematahkan ajaran Nestorius dan menyatakan bahwa
Nestorianisme adalah sesat. Maria Bunda Allah dirayakan Gereja Katolik dalam pesta setiap setiap tanggal 1 Januari.
Selanjutnya
kita juga terbiasa dengan sebutan ”Perawan Maria”. Walaupun sangat
biasa kita dengar, gelar ini juga memiliki dasar dogmatis yang berasal
dari Gereja awal, bahwa Maria tetap perawan sebelum, saat dan sesudah
melahirkan Yesus. Hal ini juga berasal dari kutipan ucapan Maria seperti
tercatat dalam Injil Lukas 1:34. Ajaran ini berasal dari ajaran
Ignatius dari Antiokia, Ambrosius dari Milan dan Agustinus dari Hippo
dan akhirnya menjadi ajaran resmi Gereja sejak Sinode Lateran tahun 649.
Selain
itu ada sebuah gelar Maria Yang Dikandung Tanpa Dosa atau Immaculata.
Gelar ini diberikan bahwa karena kesuciannya untuk mengandung Tuhan,
Maria dikecualikan dari dosa asal sejak Maria berada dalam kandungan
ibunya. Gereja percaya dan mengajarkan bahwa sejak dikandung karena
perkawinan orang tuanya, yaitu St Joachim dan St Anna, Maria diberikan
rahmat ilahi oleh Allah, dikecualikan dari dosa dan mengalami kepenuhan
rahmat untuk hidup tanpa dosa. Ini tampak jelas dari salam
sukacita dari malaikat Gabriel kepada Maria yang menyebutnya ”penuh
rahmat”. Kepercayaan bahwa Maria Dikandung Tanpa Dosa menjadi ajaran
resmi Gereja tahun 1854, tetapi sebetulnya kepercayaan bahwa Maria
sendiri bebas dari dosa sudah ada sejak lama, bahkan pesta perayaannya
pada setiap tanggal 8 Desember sudah dirayakan sejak 1476, sebelum
menjadi ajaran resmi Gereja.
Akhirnya,
sebuah gelar dogmatis terpenting adalah Yang Diangkat Ke Surga atau
Maria Assumpta. Gelar ini mengikuti gelar Yang Dikandung Tanpa Dosa dan
kepercayaan turun temurun bahwa Maria sungguh-sungguh dikecualikan dari
manusia biasa oleh Allah. Kepadanya telah diberikan kepenuhan rahmat
hidup tanpa dosa dan pada akhirnya saat paripurna hidupnya ia diberi
rahmat terakhir yaitu jiwa dan raganya diangkat ke surga. Gelar dogmatis
ini tergolong baru, menjadi ajaran resmi Gereja pada tahun 1950 dari
Paus Pius XII dalam konstitusi apostoliknya. Walaupun demikian,
kepercayaan bahwa Maria diangkat ke surga dengan tubuh dan jiwanya sudah
ada dalam tulisan-tulisan sejak abad ke-5.
Baiklah, apa saja gelar-gelar Maria yang bersifat devosi?
Ada
banyak gelar-gelar Maria yang bersifat devosi, seperti “Benteng Daud”,
“Benteng Gading/Turris Eburnus”, “Tabut Perjanjian”, “Cermin
keadilan/Speculum Justitiae”, “Takhta Kebijaksanaan/Sedes Sapientiae”,
“Bintang Timur/Bintang Fajar/Stella Matutina”, “Pintu Surga/Caeli
Porta”, “Bintang Samudera/Stella Maris”, “Mawar yang Gaib/Rosa Mystica”,
“Hamba Tuhan/Ancilla Domini”, “Ratu Bidadari/Regina Angelorum”, “Ratu
Damai/Regina Pacis”,
Sebagian
besar gelar di atas berhubungan dengan nubuat dan perlambang dalam
Perjanjian Lama yang menubuatkan peran Bunda Maria dalam misteri
keselamatan. Beberapa di antaranya berfokus pada kesucian dan peran
keibuannya. Selain itu ada pula yang berasal dari kitab Wahyu.
“Benteng Daud” adalah benteng yang berdiri menyolok dan kokoh di puncak tertinggi pegunungan yang mengelilingi Yerusalem. Benteng
yang demikian merupakan sarana pertahanan kota. Dengan benteng itu,
peringatan akan dapat segera disampaikan apabila musuh datang menyerang.
Maria diperbandingkan dengan Benteng Daud karena kesuciannya, karena ia
dikenal sebagai yang penuh rahmat dan karena ia dikandung tanpa dosa.
Dengan doa-doa dan teladannya, Maria merupakan bagian dari “sarana
pertahanan” Tuhan dengan mana Kerajaan Allah akan berdiri tegak tak
terkalahkan dan dosa akan senantiasa dikalahkan (bdk Kid 4:4).
Maria
disebut “Benteng Gading”. Gelar ini juga digunakan dalam Kidung Agung
(Kid 7:4) yang menggambarkan pengantin terkasih. (Ungkapan serupa,
“Istana Gading” digunakan dalam Mazmur 45:9, untuk alasan yang sama).
Kedua ilustrasi tersebut menubuatkan hubungan perkawinan antara Kristus
dan pengantin-Nya, Gereja, seperti disampaikan dalan Surat Rasul Paulus
kepada Jemaat di Efesus. Di sini patut kita ingat, seperti diajarkan
dalam Vatikan II, bahwa Maria adalah “serupa Gereja”: Ia mengandung dari
kuasa Roh Kudus dan melalui dia, Juruselamat kita masuk ke dalam dunia
ini. Gereja, “oleh menerima Sabda Allah dengan setia pula – menjadi ibu
juga. Dan sambil mencontoh Bunda Tuhannya, Gereja dengan kekuatan Roh
Kudus secara perawan mempertahankan imannya, keteguhan harapannya, dan
ketulusan cinta kasihnya” (Lumen Gentium no. 64).
Gelar
“Tabut Perjanjian” mengangkat peran keibuan Maria. Perlu diingat bahwa
dalam Perjanjian Lama, Tabut Perjanjian adalah rumah bagi Sepuluh
Perintah Allah, Hukum Tuhan. Sementara bangsa Israel dalam pengembaraan
menuju tanah terjanji, suatu tiang awan, yang melambangkan kehadiran
Allah, akan turun atas atau “menaungi” kemah di mana Tabut disimpan.
Yesus datang untuk menggenapi perjanjian dan hukum. Dalam kisah Kabar
Sukacita, perkataan Malaikat Agung Gabriel kepada Maria, “Roh Kudus akan
turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau,”
(Luk 1:35) menyatakan gagasan yang sama. Karena itu, Maria yang memberi
“rumah” Yesus dalam rahimnya; adalah “Tabut” baru, dan bunda dari
pelaksana perjanjian yang sempurna dan kekal.
Atas dasar ini bermunculan gelar-gelar yang lain: Yeremia menubuatkan bahwa Mesias akan disebut, “TUHAN - keadilan
kita.” (Yer 23:6); sehingga Maria disebut “Cermin keadilan” karena tak
seorang pun dapat mencerminkan kasih dan penghormatan kepada Kristus
dalam hidupnya lebih baik dari Maria. Karena kemurniannya, kelimpahan
kasihnya dan karena ia menjadi “rumah” bagi Yesus, Maria disebut “Rumah
Kencana”. Yesus adalah Kebijaksanaan Tuhan, “Firman itu telah menjadi
manusia, dan diam di antara kita” (Yoh 1:14); karenanya, Maria, yang
mengandung Kristus, digelari “Takhta Kebijaksanaan”.
Bagi
kita, Bunda Maria juga melambangkan pengharapan yang besar. Vatikan II
menyatakan, “Sementara itu Bunda Yesus telah dimuliakan di surga dengan
badan dan jiwanya, dan menjadi citra serta awal Gereja yang harus
mencapai kepenuhannya di masa yang akan datang. Begitu pula di dunia ini
ia menyinari Umat Allah yang sedang mengembara sebagai tanda harapan
yang pasti dan penghiburan, sampai tibalah hari Tuhan.” (Lumen Gentium
no. 68). Karena alasan ini Bunda Maria digelari “Bintang Timur”, karena
ia melambangkan orang-orang Kristen yang menang, yaitu mereka yang
bertekun dalam iman dan beroleh bagian dalam kuasa Mesianis Kristus dan
menang atas kuasa kegelapan yaitu dosa dan maut. Istilah ini dapat
ditemukan dalam Kitab Wahyu (Why 2:26-28): “Dan barangsiapa menang dan
melakukan pekerjaan-Ku sampai kesudahannya, kepadanya akan Kukaruniakan
kuasa atas bangsa-bangsa; dan ia akan memerintah mereka dengan tongkat
besi; mereka akan diremukkan seperti tembikar tukang periuk – sama
seperti yang Kuterima dari Bapa-Ku – dan kepadanya akan Kukaruniakan
bintang timur.” Juga dalam Kidung Agung (Kid 6:10) kita temukan,
“Siapakah dia yang muncul laksana fajar merekah, indah bagaikan bulan
purnama, bercahaya bagaikan surya…”; sama seperti cemerlangnya terang
menghalau kegelapan fajar, Maria memaklumkan kedatangan Putranya, yang
adalah Terang Dunia (bdk Yoh 1:5-10, 3:19).
Maria
juga adalah “Pintu Surga”. Maria adalah sarana yang dipergunakan
Kristus untuk datang dari surga demi membebaskan kita dari dosa. Di
akhir hidupnya, kita percaya bahwa Bunda Maria diangkat jiwa dan
badannya ke surga, suatu kepenuhan janji akan kehidupan kekal dan
kebangkitan badan yang dijanjikan Yesus. Sebab itu, Maria adalah pintu
melalui mana Yesus masuk ke dalam dunia ini dan pintu kepada kepenuhan
janji di mana kita akan beroleh bagian dalam kehidupan kekal.
Karena
itu, kita memandang Maria sebagai “Bintang Samudera”. Bagaikan bintang
samudera membimbing para nahkoda mengarungi lautan berbadai menuju
pelabuhan yang aman, demikian juga Maria, melalui segala doa dan
teladannya, membimbing kita sepanjang perjalanan hidup kita, kadang
melalui samudera yang bergolak, menuju pelabuhan surgawi.
Secara
keseluruhan, Maria adalah “Mawar yang Gaib”. Mawar dianggap sebagai
bunga yang terindah, bunga kerajaan yang harumnya melampaui segala bunga
lainnya. Bunda Maria memiliki kekudusan yang manis dan keutamaan yang
cantik. Singkatnya, segala gelar ini mengingatkan kita akan pentingnya
peran Bunda Maria dalam spiritualitas Katolik, sebagai teladan keutamaan
dan kekudusan dalam peran keibuannya, dan sebagai tanda akan kehidupan
yang akan datang.
Pada
akhirnya kita merangkum pujian dan kepada Maria dan menyatakan
gelar-gelarnya dalam sebuah litani yang bernama Litani Santa Maria. Kita
mendapati gelar-gelar tersebut dalam Litani Santa Perawan Maria
(terutama versi Loreto), yang disusun sekitar pertengahan abad ke-16.
St. Petrus Kanisius mempopulerkan Litani Santa Perawan pada tahun 1558
saat ia mempublikasikannya guna menggairahkan devosi kepada Bunda Maria
sebagai tanggapan atas “Reformasi” Protestan yang menyerang
devosi-devosi sejenis. Litani ini merupakan seruan gelar pujian kepada
Santa Perawan yang digunakan dalam perayaan-perayaan di Gereja Loreto,
Italia sejak abad ketigabelas. Litani ini disetujui oleh Paus Sixtus V
tahun 1587.
Sumber:Gema Warta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar