Kalau Anda sedang mengalami konflik atau ketegangan batin, apa yang
Anda lakukan? Mencari berbagai cara untuk mengatasinya? Kalau daya-upaya
Anda mentok seperti membentur tembok dan konflik batin tidak
menunjukkan titik akhir, apa yang Anda lakukan? Anda putus asa,
frustrasi? Atau mencoba bertahan dalam pergumulan dengan harapan suatu
saat akan berakhir? Mungkinkah kita menjalani kehidupan bebas dari
pergumulan batin? Janganlah cepat-cepat merespons dengan pikiran Anda
dengan jawaban bisa atau tidak bisa. Mari kita selami bersama-sama.
Kebanyakan orang memiliki pergumulan batin yang berlarut-larut. Orang
bisa bergumul dengan rasa bersalah, rasa terluka, rasa sakit hati,
dendam, khawatir, gelisah, benci, malas, bosan, takut, kelekatan,
konflik, ambisi, dst. Setiap daya-upaya justru menjauhkan pemahaman
langsung akan pergumulan yang dihadapi, entah daya-upaya untuk menolak,
membuang, menekan, mengalihkan, mengatasi, sekedar membiarkan atau lari
daripadanya. Setiap bentuk daya-upaya justru memperkuat pergumulan
karena setiap pergumulan digerakkan oleh daya upaya. Oleh karena itu
pergumulan perlu dipahami secara langsung tanpa daya-upaya.
Daya-upaya untuk pertahanan hidup adalah hal normal. Ketika haus,
Anda minum. Ketika lapar, Anda makan. Ketika Anda hidup kurang layak,
Anda bekerja untuk mendapatkan penghidupan yang layak. Akan tetapi
ketika Anda haus dan Anda khawatir kekurangan air, atau lapar dan Anda
khawatir tidak mendapatkan makanan, atau bekerja keras mencari
penghidupan karena takut hidup miskin, maka pergumulan batin sudah
muncul di sana. Daya-upaya untuk bertahan hidup, yang adalah wajar pada
hakekatnya, bisa menjadi lebih berat karena pergumulan psikologis yang
mengiringinya.
Pergumulan sering mendera batin yang biasa memupuk harapan dan
cita-cita. Batin yang selalu mencari kenikmatan, selalu mencari
kepastian, selalu mencari kepuasan, selalu ingin berbuat baik atau
tampil sempurna biasanya hidup dalam ketegangan terus-menerus. Cita-cita
psikologis, idea-idea psikologis atau harapan-harapan psikologis justru
menciptakan ketegangan dalam menjalani kehidupan.
Apa reaksi Anda ketika suatu kebenaran hadir di hadapan Anda?
Misalnya, saya mengatakan bahwa �Daya-upaya menciptakan pergumulan
batin.� Apakah reaksi Anda? Apakah Anda melihat kebenarannya secara
langsung, sadar akan kebenaran itu dan pergumulan batin berakhir
seketika? Atau apakah Anda memiliki gagasan tentang daya-upaya? Ada
pernyataan tentang kebenaran yang kita dengar. Lalu mengalami langsung
kebenarannya atau kita menciptakan gagasan tentang fakta itu?
Sekali kita menciptakan idea, harapan, cita-cita, maka muncullah
daya-upaya. Lalu batin pertanya, apa yang harus dilakukan, bagaimana
bertindak? Ketika kita mendengar pernyataan itu, menyimpannya dalam
ingatan kita sebagai kebenaran dan kita menerapkannya. Kita lalu
berjuang untuk tidak berdaya-upaya. Tetapi tetap saja kita tidak keluar dari gerak daya-upaya.
Daya-upaya merupakan bentuk penguatan diri. Si aku diperkuat, si aku
yang berkemauan, si aku yang berkehendak, si aku yang berjuang, si aku
yang bergumul. Batin menciptakan idea bagaimana bebas dari daya-upaya
yang tidak berbeda dari pergumulan. Kita tidak mengalami langsung
kebenarannya, yang langsung membebaskan. Namun kita menciptakan idea dan
lewat idea kita melihat fakta. Lalu kita menerapkan idea itu dalam
tindakan. Di situ muncullah pergumulan mewujudkan idea. Lalu kita
mencoba menjembatani jurang antara idea dengan tindakan, dan di situlah
daya-upaya terus bergerak.
Bisakah kita melihat kebenaran tanpa menciptakan idea? Kalau kita
menyadari bagaimana kita secara spontan menciptakan idea-idea, maka
barangkali di sana ada kemungkinan kita bebas dari pergumulan.
Akan tetapi mengapa batin suka menciptakan idea? Bukankah itu
merupakan kebiasaan batin? Sesuatu dihadirkan di hadapan kita dan segera
muncul kebiasaan lama untuk menciptakan idea, teori, kesimpulan
tentangnya. Batin lebih suka hidup dalam kebiasaan karena kebiasaan
menciptakan rasa aman. Kalau tidak ada jawaban dari kebiasaan, maka
batin merasa bingung.
Batin suka menciptakan idea juga karena batin ingin mendapatkan hasil
secara cepat. Batin ingin sesuatu yang pasti. Maka batin lebih suka
menciptakan pegangan dalam bentuk idea, teori, keyakinan, pengetahuan.
Ketika pegangan dipertanyakan, munculah kebingungan, kegelisahan.
Begitulah dengan menghindari ketidakpastian, batin mencari rasa aman
bagi dirinya sendiri dengan menciptakan daya-upaya untuk mengejar hasil.
Secara psikologis kita sudah terbiasa berjuang sejak kecil. Batin
kita pepat oleh idea-idea yang membenarkan bahwa kebebasan, kedamaian,
pencerahan musti dicapai lewat perjuangan. Tidak bisa disangkal bahwa
untuk bisa berhasil dalam hidup, orang harus memiliki daya juang, tidak
loyo, tidak mudah menyerah. Tetapi sungguhkah daya-upaya berguna dalam
olah kejiwaan?
Semua kenikmatan dan kepahitan hidup merupakan hasil daya upaya. Apa
saja yang diperoleh lewat daya-upaya bersifat materiil. Hal-hal yang
sungguh-sungguh spirituil tidak diperoleh lewat daya-upaya, perjuangan
atau pergulatan. Hal-hal spiritual yang dikejar adalah perluasan dari
tujuan-tujuan materiil yang dipersepsikan sebagai yang lebih tinggi,
lebih suci, lebih agung. Kedamaian, kebebasan, pencerahan, kesucian lalu
menjadi objek pencarian dan pergulatan yang tiada akhir.
Batin yang sarat idea, yang merasa aman, merasa pasti, merasa
bingung, yang mengejar hasil, tidak mampu melihat langsung kebenaran.
Batin yang bebas idea mampu melihat langsung kebenaran tanpa
daya-upaya dan kebenaran itu membebaskan seketika. Batin yang setiap
kali bebas dari pergumulan lalu mampu menemukan kedamaian di tengah
aktifitas perjuangan. Bisakah kita menjalani kehidupan sehari-hari bebas
dari pergumulan batin?*
Sumber : Gereja St. Anna – Paroki Duren Sawit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar