Latihan Rohani (Spiritual Exercises) dari St. Ignatius dari
Loyola menandai spiritualitas Katolik dengan memberikan semacam cara
praktis untuk melakukan meditasi dalam kehidupan rohani bagi mereka yang
ingin bertumbuh dalam kekudusan. Dalam karyanya, Spiritual Exercises (SE),
St. Ignatius menjabarkan banyak cara untuk berdoa, namun yang paling
berpengaruh dan paling dikenal adalah apa yang disampaikannya dalam
Latihan Pertama (First Exercise- SE 45-54) di mana imajinasi,
ingatan, pemahaman dan kehendak dikerahkan dalam meditasi, dan diakhiri
dengan percakapan yang akrab dengan Tuhan (yang disebut colloquy).
Dengan cara ini, semua kemampuan jiwa diarahkan untuk masuk ke dalam
misteri iman agar misteri tersebut dapat tergabung di dalam kehidupan
kita dan hati kita, dan dapat menghasilkan buah, yaitu membuat kita
menjadi semakin menyerupai Kristus.
Langkah-langkah meditasi secara garis besar menurut St. Ignatius, adalah:
Langkah-langkah meditasi secara garis besar menurut St. Ignatius, adalah:
1. Langkah pendahuluan meditasi:
A. Imajinasi
B. Dayakan ingatan.
Berikutnya adalah dayakan ingatan akan suatu kejadian yang telah berlalu yang ingin kita pikirkan secara mendalam. Dapat saja berupa dosa Adam dan Hawa, atau bahkan dosa-dosa saya sendiri. Atau dapat pula kejadian-kejadian yang ada dalam Injil.
- Langkah pertama meditasi apapun selalu menyadari bahwa kita berada di dalam hadirat Allah, dan kita memohon kepada-Nya agar membantu kita melakukan meditasi dengan baik dan menghasilkan buah yang baik bagi pertumbuhan rohani kita; dan kita menyampaikan maksud hati yang murni untuk mengasihi dan melayani Dia dengan lebih baik dan mempersembahkannya untuk kemuliaan Tuhan yang lebih besar lagi.
- Langkah kedua, adalah mendayakan imajinasi kita -yang seringnya juga menyebabkan pelanturan (distraction) saat berdoa- untuk menghadirkan sesuatu yang berhubungan dengan misteri yang ingin kita renungkan dalam doa meditasi itu. Maka, jika kita sedang memeditasikan kisah sengsara Tuhan Yesus, kita harus menggunakan imajinasi untuk membayangkan Kristus Tuhan di Taman Getsemani, di hadapan para ahli taurat, di hadapan Pilatus, pada saat memikul salib, dan ketika akhirnya Ia menyerahkan nyawa-Nya dan wafat bagi kita.
- Langkah ketiga adalah untuk memohon kepada Tuhan rahmat khusus atau buah yang kita cari di dalam meditasi itu. Ketika kita sedang merenungkan tentang dosa, maka kita memohon agar kita dapat memperoleh rasa sesal yang mendalam, dan dukacita oleh karena dosa kita karena semua itu merupakan tindakan yang berlawanan dengan kasih kepada Allah dan sesama. Jika kita merenungkan kelahiran Tuhan Yesus, maka kita mohon agar memperoleh sukacita yang mendalam dan rasa syukur sebab Ia telah berkenan menjelma menjadi manusia. Jika kita merenungkan kisah sengsara Kristus, kita mohon agar kita dapat turut merasakan dukacita Kristus, yang rela menderita demi menebus dosa-dosa kita. Jika kita merenungkan tentang kebangkitan-Nya, kita mohon agar diberi suka cita yang besar atas kemenangan Kristus atas dosa dan maut.
B. Dayakan ingatan.
Berikutnya adalah dayakan ingatan akan suatu kejadian yang telah berlalu yang ingin kita pikirkan secara mendalam. Dapat saja berupa dosa Adam dan Hawa, atau bahkan dosa-dosa saya sendiri. Atau dapat pula kejadian-kejadian yang ada dalam Injil.
C. Renungkanlah
Setelah kita mendayakan ingatan kita akan suatu kejadian tertentu, lalu ingatan itu mengarahkan pikiran kita untuk menghubungkannya dengan kasih Tuhan, belas kasih-Nya yang tak terbatas, pelanggaran dosa, rasa kurang berterima kasih, dukacita dan pengorbanan Kristus, dst. Kita dapat pula merenungkan tentang pikiran Kristus yang ada di dalam Hati-Nya, hasrat-Nya agar kita mau bekerja sama dengan-Nya dan agar kita dapat hidup kudus. Di samping itu, kita dapat pula merenungkan kelemahan kita, kecenderungan kita akan dosa tertentu, apa panggilan Tuhan terhadap hidup kita, bagaimana caranya untuk melayani Tuhan dengan lebih baik, bagaimana untuk menghindari dosa dan bertumbuh dalam kebajikan.
Renungan ini dapat mendorong kita untuk mengungkapkan kasih kepada
Allah, pertobatan, penyesalan, ketetapan hati ataupun resolusi untuk
mengubah diri ke arah yang baik, ataupun persembahan diri kepada Tuhan.
Atau dapat juga hanya merupakan kontemplasi akan apa yang direnungkan.
Sikap-sikap batin ini sangat berharga dalam meditasi.
D. Colloquy
Puncak meditasi adalah percakapan yang intim dan langsung dengan Tuhan, yang disebut oleh St Ignatius sebagai ‘colloquy‘ (SE 63). Doa adalah mengangkat hati kepada Tuhan. Bagian- bagian awal dari meditasi bertujuan untuk mempersiapkan kita membuat percakapan dengan Tuhan dengan akrab, dengan perasaan, pemahaman yang mendalam. Ini adalah saatnya memberikan diri dengan murah hati kepada Tuhan
Puncak meditasi adalah percakapan yang intim dan langsung dengan Tuhan, yang disebut oleh St Ignatius sebagai ‘colloquy‘ (SE 63). Doa adalah mengangkat hati kepada Tuhan. Bagian- bagian awal dari meditasi bertujuan untuk mempersiapkan kita membuat percakapan dengan Tuhan dengan akrab, dengan perasaan, pemahaman yang mendalam. Ini adalah saatnya memberikan diri dengan murah hati kepada Tuhan
St. Ignatius memberi contoh-contoh tentang colloquy yang mengakhiri periode meditasi (30-60 menit). Dalam Latihan Rohani tentang Dosa, colloquy
dibuat di hadapan Kristus yang tersalib, yang kita bayangkan hadir di
hadapan kita. St. Ignatius mengajarkan kita untuk mulai berkata-kata
dengan Dia, dan bertanya kepada-Nya, bagaimana bahwa Ia yang adalah Sang
Pencipta telah merendahkan diri begitu rupa sampai menjadi manusia, dan
untuk menembus kekekalan menuju kematian di dalam waktu di dunia ini,
agar dapat wafat demi menebus dosa-dosa kita. Kitapun harus bertanya
pada diri sendiri: “Apa yang dapat kuperbuat untuk Kristus? Apakah yang
sedang kuperbuat untuk Dia? Apakah yang harus kuperbuat untuk Kristus?”
Ketika kupandang Kristus di dalam sengsara-Nya tergantung di salib, aku
harus merenungkan apa yang hadir di pikiran saya tentang hal itu.”
Colloquy harus mendorong keakraban kita dengan Kristus,
Allah Bapa, Roh Kudus dan Bunda Maria. Percakapan ini merupakan
kesempatan untuk menyampaikan kasih kita kepada Tuhan, dan keinginan
kita untuk melayani Dia dan berjalan bersama-Nya. Di dalam colloquy
ini kita memohon rahmat untuk: 1) memperoleh pengetahuan dan kebencian
akan dosa; 2) memahami ketidakteraturan dari perbuatan pelanggaran kita
agar kita dapat memperbaikinya; 3) memperoleh pengetahuan tentang dunia
sehingga kita dapat berjuang untuk membuang dari kita segala yang
bersifat duniawi dan sia-sia.
Latihan rohani tersebut diawali dengan renungan akan tujuan akhir hidup kita (Spiritual Exercises 23): “Manusia diciptakan untuk memuji, menghormati, dan
melayani Tuhan, dan dengan demikian ia memperoleh keselamatan jiwanya.
Dan segala sesuatu yang lain di dunia diciptakan untuk manusia dan bahwa
mereka dapat membantunya untuk mencapai tujuan akhir yang untuknya
manusia diciptakan. Dari sini, artinya, manusia harus mempergunakan
hal-hal duniawi tersebut asalkan hal-hal tersebut dapat membantunya
mencapai tujuan akhir-nya, dan ia harus membuang hal-hal tersebut sejauh
itu menghalanginya untuk mencapai tujuan akhir. Untuk ini, adalah
penting untuk membuat diri kita tidak terikat kepada semua hal yang
diciptakan, di dalam segala sesuatu yang diperbolehkan menjadi pilihan
bebas kita dan yang tidak dilarang; sehingga di pihak kita, kita tidak
menginginkan kesehatan daripada penyakit, kekayaan daripada kemiskinan,
penghormatan daripada penghinaan, umur panjang daripada umur pendek,
sehingga di dalam segala sesuatu, hanya menginginkan dan memilih apa
yang paling kondusif bagi kita untuk mencapai tujuan akhir yang untuknya
kita diciptakan.” (Spiritual Exercises 23)
Di sini St. Ignatius mengajarkan: 1) keutamaan tujuan akhir di dalam
setiap pengambilam keputusan; 2) kenyataan bahwa semua hal yang
diciptakan adalah hanya merupakan sarana/ alat untuk mencapai tujuan
akhir; 3) pentingnya melakukan discernment tentang penggunaan semua hal yang diciptakan; 4) sangat pentingnya ‘interior detachment‘ (ketidakterikatan dalam batin’ yang disebut juga ‘indifference‘)
dari semua hal yang diciptakan (termasuk kesehatan, umur panjang,
kekayaan, kehormatan, dst; dan 5) kita harus memilih sarana yang paling
kondusif untuk mencapai tujuan akhir kita. Dengan kata lain, kita harus
memilih apa yang dapat memberikan kemuliaan yang lebih besar kepada
Tuhan: ad majorem Dei gloriam. ‘Indifference‘ yang dimaksudkan oleh St. Ignatius adalah
sikap batin untuk bertumbuh dalam kebijaksanaan adikodrati, yaitu
kebajikan untuk memilih sarana/ cara yang terbaik demi mencapai tujuan
akhir, dan juga karunia nasehat, yang olehnya kita membiarkan diri
digerakkan oleh Allah untuk memilih sarana yang terbaik untuk mewujudkan
rencana-Nya untuk menguduskan kita dan menyempurnakan kita dalam kasih.
St. Ignatius membagi Latihan Rohani tersebut menjadi empat ‘minggu’.
Ini bukan tujuh hari dalam seminggu, tetapi hanya menunjukkan tingkatan
dalam perjalanan rohani dan komitmen yang sepenuh hati bagi pelayanan
kepada Tuhan.
Untuk menggambar meditasi tentang neraka, baik jika kita membaca kutipan tulisan St Teresia dari Avila, Life (ch. 32): “Suatu ketika di dalam doa saya menemukan diri saya, tanpa saya
ketahui bagaimana, di dalam keadaan di mana kelihatannya seperti di
tengah neraka. Aku mengerti bahwa Allah menghendaki aku melihat di sana
sebuah tempat yang disiapkan oleh setan-setan bagi saya, … yang dapat
kuterima oleh karena dosa-dosaku…..Di sisi sana ada semacam cekungan di
dinding …, di mana saya dimasukkan ke sana dan ditutup dengan rapat….
Aku merasakan api di jiwaku, yang tak kumengerti bagaimana
mengungkapkannya…. Kesakitan tubuh yang paling tak tertahankan…. semua
tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan jiwa yang merana….sebuah
derita kesedihan yang begitu dalam dan dengan dukacita karena
ditinggalkan. Sebab untuk mengatakan bahwa jiwa itu dicabut dari akarnya
adalah terlalu kecil, sebab sepertinya ada sesuatu yang lain yang
mengakhiri hidup kita; tapi di sini jiwa itu sendiri yang nampaknya
memotong-motong dirinya sendiri, … terbakar dan hancur menjadi
berkeping-keping…. Semuanya menyesakkan, dan tak ada terang, tapi
semuanya hitam kelam. Aku tak mengerti bagaimana bisa terjadi, bahwa
tanpa terang, semua dapat terlihat dengan pedih… Aku tak tahu bagaimana,
tetapi aku mengerti bahwa itu adalah sebuah rahmat dan bahwa Tuhan
menghendakiku untuk melihat dengan mata saya sendiri sebuah tempat yang
darinya saya telah dibebaskan oleh karena belas kasihan-Nya.”
Maka fase ini adalah waktu untuk merenungkan di dalam hidup kita
kasih Allah yang tidak terbatas bagi kita. Kita melihat bahwa tanggapan
kita akan kasih Tuhan terhalang oleh dosa. Kita berjuang mengalahkan
dosa, sebab kita tahu bahwa Allah ingin membebaskan kita dari segala
sesuatu yang menghalangi tanggapan kasih kita kepada-Nya. Fase pertama
ini berakhir dengan meditasi tentang panggilan Kristus untuk mengikuti
Dia
Meditasi dan doa-doa dari minggu kedua ini mengajarkan bagaimana kita
harus mengikuti Kristus sebagai murid-Nya. Di sini kita merenungkan
perikop-perikop: Kelahiran Kristus dan Pembaptisan-Nya, khotbah di
bukit, mukjizat-mukjizat penyembuhan-Nya dan pengajaran-Nya,
membangkitkan Lazarus dari mati. St. Ignatius juga mengajarkan meditasi
tentang Kristus sebagai Raja. Prinsip dan pondasi dari meditasi ini
adalah untuk mengajarkan kita membuat semua pilihan demi mencapai tujuan
akhir, yaitu mengasihi, memuji dan melayani Tuhan. Di sini St. Ignatius
mengajarkan kita untuk membuat semua pilihan keputusan kita untuk
melayani Kristus Raja yang mengatasi dunia demi kemuliaan Tuhan (SE
91-100). Selanjutnya, St. Ignatius juga mengajarkan meditasi tentang
adanya Dua Standar yang berlawanan di dunia, yaitu standar iblis dan
standar Kristus (SE 136-147). Meditasi Dua Standar ini dilanjutkan
dengan meditasi tentang Tiga Klasifikasi Orang (149-157).
Di meditasi Tiga Klasifikasi orang ini kita merenungkan tiga orang
yang memperoleh kekayaan besar dengan cara yang halal. Maka masalahnya
bukan masalah dosa. Mereka memperoleh kekayaan ini tanpa memperhitungkan
kemuliaan Tuhan ataupun kehendak-Nya. Namun melalui fase minggu kedua
ini, ketiga orang itu menginginkan keselamatan jiwa dan damai dari Tuhan
karena melaksanakan kehendak-Nya. Mereka telah meninggalkan dosa
melalui tahap minggu pertama, dan kini mereka ingin mengetahui kehendak
Tuhan bagi mereka. Setelah merenung, mereka mengakui bahwa mereka
mempunyai keterikatan yang berlebihan terhadap kekayaan mereka. Namun
terdapat tiga kemungkinan reaksi terhadap kesadaran tentang hal itu: 1)
tipe orang yang pertama: ingin melepaskan keterikatan yang berlebihan
ini, tetapi tidak berhasil karena tidak memilih satu saranapun untuk
memeranginya; 2) tipe orang kedua: ingin melepaskan keterikatan yang
berlebihan dan melakukan kehendak Tuhan, namun keinginan ini tidak
murni, sebab mereka menghendaki Tuhan menyetujui kepemilikan harta
mereka; mereka ingin agar kehendak Tuhan sesuai dengan kehendak mereka,
bukannya benar- benar terbuka untuk menyesuaikan diri mereka dengan
kehendak Tuhan; 3) tipe orang ketiga: melepaskan keterikatannya dengan
harta miliknya, “Mereka menghendaki untuk mempertahankan ataupun
melepaskannya [harta milik] semata-mata tergantung dari yang Tuhan
gerakkan di dalam kehendak mereka, dan juga sesuai dengan apa yang
mereka pandang menjadi lebih baik bagi pelayanan dan pujian bagi
kemuliaan Ilahi.” ( Spiritual Exercises 155 ):
Jadi tujuan meditasi di fase ini adalah: 1) agar kita tidak tuli terhadap panggilan Kristus yang menghendaki kita bekerja bersama Dia, sehingga dengan berjerih payah bersama-Nya, kita dapat masuk pula dalam kemuliaan-Nya. 2) berkarya bersama Tuhan; 3) St. Ignatius mengajarkan hal yang lebih tinggi: yaitu mencapai semangat kebesaran jiwa/magnanimity, yaitu melalui pemberian diri ataupun pengorbanan diri yang total bagi kemuliaan Allah.
Jadi tujuan meditasi di fase ini adalah: 1) agar kita tidak tuli terhadap panggilan Kristus yang menghendaki kita bekerja bersama Dia, sehingga dengan berjerih payah bersama-Nya, kita dapat masuk pula dalam kemuliaan-Nya. 2) berkarya bersama Tuhan; 3) St. Ignatius mengajarkan hal yang lebih tinggi: yaitu mencapai semangat kebesaran jiwa/magnanimity, yaitu melalui pemberian diri ataupun pengorbanan diri yang total bagi kemuliaan Allah.
Maka menurut St. Ignatius, ketiga hal ini berhubungan dengan tiga
tingkat kerendahan hati (SE 165-167): 1) kerendahan hati untuk taat
kepada hukum Tuhan di atas segala sesuatu; 2) disposisi ketidakterikatan
dengan hal-hal duniawi, kerendahan hati menyerahkan segala sesuatunya
kepada kehendak Tuhan, seperti Bunda Maria, “Terjadilah padaku menurut
perkataan-Mu”; membuang keterikatan terhadap dosa-dosa (bahkan dosa
ringan sekalipun) yang disengaja; sehingga demi kasih kepada Tuhan,
lebih baik memilih mati daripada dengan sengaja melakukan dosa, bahkan
dosa yang ringan; 3) kerendahan hati untuk memilih jalan hidup yang
dilalui Kristus sebagai jalan hidupnya sendiri.
Atas dasar ini, seseorang juga dapat memilih jalan hidup panggilan yang ingin ditempuhnya ( Spiritual Exercises 135, Spiritual Exercises 169-189), yang didasari oleh satu kesadaran bahwa jalan panggilan hidup ini hanya merupakan sarana untuk mencapai tujuan akhir. Ada dua cara yang diajarkan oleh St. Ignatius dalam memilih panggilan hidup:
Atas dasar ini, seseorang juga dapat memilih jalan hidup panggilan yang ingin ditempuhnya ( Spiritual Exercises 135, Spiritual Exercises 169-189), yang didasari oleh satu kesadaran bahwa jalan panggilan hidup ini hanya merupakan sarana untuk mencapai tujuan akhir. Ada dua cara yang diajarkan oleh St. Ignatius dalam memilih panggilan hidup:
1.Tiga kondisi yang dapat meyakinkan kita akan kehendak Tuhan dalam hidup kita:
1) Kondisi pertama, (ini jarang terjadi/ extraordinary) bahwa kita sudah dengan sangat yakin; inilah kehendak Tuhan bagi kita.
2) Kondisi kedua: kita sampai pada suatu kejelasan dan pengetahuan tentang apa yang harus kita pilih setelah melalui pengalaman konsolasi dan desolasi.
3) Kondisi ketiga (yang paling umum) adalah ketika kita merasakan damai sejahtera akan pilihan kita tersebut.
2) Kondisi kedua: kita sampai pada suatu kejelasan dan pengetahuan tentang apa yang harus kita pilih setelah melalui pengalaman konsolasi dan desolasi.
3) Kondisi ketiga (yang paling umum) adalah ketika kita merasakan damai sejahtera akan pilihan kita tersebut.
2. Empat pertimbangan lain untuk mengetahui kehendak Tuhan:
1) Periksalah, atas dasar kasih kepada
siapa yang mendorong kita melakukan hal itu: apakah murni untuk
kemuliaan Tuhan ataukah untuk kemuliaan diri kita sendiri.
2) Bayangkanlah jika ada seseorang datang kepada kita meminta saran/ bimbingan akan permasalahan yang sama ini, untuk memberikan kemuliaan yang lebih besar kepada Tuhan. Kita membayangkan apakah jawaban kita kepadanya, dan lalu terapkanlah jawaban itu kepada diri kita sendiri.
3) Pikirkan seandainya kita sedang dalam sakrat maut, pikirkan apa yang akan kita pilih pada saat itu sebelum kita memasuki kekekalan.
4) Pikirkan kita pada saat hari penghakiman, dan bagaimana kita berharap telah memutuskan tentang hal itu, agar mencapai pada pemenuhan hasrat batin dan sukacita pada saat penghakiman itu.
2) Bayangkanlah jika ada seseorang datang kepada kita meminta saran/ bimbingan akan permasalahan yang sama ini, untuk memberikan kemuliaan yang lebih besar kepada Tuhan. Kita membayangkan apakah jawaban kita kepadanya, dan lalu terapkanlah jawaban itu kepada diri kita sendiri.
3) Pikirkan seandainya kita sedang dalam sakrat maut, pikirkan apa yang akan kita pilih pada saat itu sebelum kita memasuki kekekalan.
4) Pikirkan kita pada saat hari penghakiman, dan bagaimana kita berharap telah memutuskan tentang hal itu, agar mencapai pada pemenuhan hasrat batin dan sukacita pada saat penghakiman itu.
C. Meditasi Minggu ketiga (tentang Kisah Sengsara Yesus- Kontemplasi pertama)
Kita merenungkan Perjamuan Terakhir, kisah sengsara dan wafat Tuhan
Yesus. Kita melihat bahwa penderitaan-Nya dan rahmat Ekaristi sebagai
pernyataan kasih Allah yang paling sempurna.
St. Ignatius menjelaskan tentang rahmat Allah yang diperoleh di
minggu ketiga ini mengarahkan kita kepada kontemplasi yang pertama: “Di
sini saatnya memohon agar turut merasakan dukacita yang mendalam… karena
Tuhan menjalani sengsara-Nya demi dosa-dosa saya.” (Spiritual Exercises 193).
Selanjutnya, “Ingatlah betapa Ia menderita semua ini demi dosa-dosa
saya… dan juga tanyakan [pada diri sendiri], Apakah yang harus kulakukan
bagi-Nya?”.
Saat merenungkan kisah sengsara Tuhan Yesus, adalah layak jika kita memohon, “dukacita bersama Kristus yang berduka cita, hati yang hancur bersama dengan Kristus yang hancur, karunia air mata dan penderitaan batin karena besarnya penderitaan yang telah dipikul oleh Kristus demi aku.” (Spiritual Exercises 203)
Saat merenungkan kisah sengsara Tuhan Yesus, adalah layak jika kita memohon, “dukacita bersama Kristus yang berduka cita, hati yang hancur bersama dengan Kristus yang hancur, karunia air mata dan penderitaan batin karena besarnya penderitaan yang telah dipikul oleh Kristus demi aku.” (Spiritual Exercises 203)
.
D.
Meditasi Minggu ke-empat: Kebangkitan Kristus dan penampakan Kristus
setelah kebangkitan-Nya kepada Bunda Maria dan para murid-Nya ( Spiritual Exercises, 218-225)
“Di sini kita memohon rahmat untuk bersukacita dan bergembira dengan
sangat oleh karena kemuliaan dan suka cita yang besar dari Kristus Tuhan
kita.”(Spiritual Exercises, 221)
Setelah meng-kontemplasikan peristiwa-peristiwa mulia, kita
merenungkan, “betapa keilahian, yang nampaknya tersembunyi sepanjang
kisah sengsara Kristus, kini memperlihatkan diri dan menyatakan dirinya
secara ajaib di dalam Kebangkitan-Nya yang kudus ini, melalui
akibat-akibat-nya yang sejati dan terkudus.” (Spiritual Exercises, 223). Selanjutnya,
kita merenungkan, “peran Sang Penghibur yang diutus oleh Kristus dan
membandingkannya dengan cara sahabat saling menghibur.”
Pada minggu ke-empat ini kita mengalami penghiburan rohani yang
mendalam dan sukacita, peluasan jiwa, dan persatuan yang erat dengan
Yesus Kristus, yang menghibur kita dengan akrab. Penghiburan ini
memperlengkapi kita untuk meneguhkan pilihan status panggilan hidup
ataupun reformasi hidup yang telah dibuat di dalam latihan rohani ini.
Sebab pengalaman damai sejahtera rohani yang mendalam merupakan tanda
bahwa kita telah dengan benar melihat kehendak Allah bagi kita.
Terdapat dua macam bentuk doa yang diajarkan di Latihan Rohani, yaitu
meditas dan kontemplasi. Di dalam meditasi, kita menggunakan pikiran.
Kita merenungkan prinsip-prinsip dasar yang membimbing kehidupan kita.
Kita berdoa dengan kata-kata, gambar dan ide-ide. Kontemplasi adalah
lebih berupa perasaan daripada pikiran. Kontemplasi sering mencampur
emosi dan menyalakan keinginan-keinginan yang mendalam. Di dalam
kontemplasi, kita mengandalkan imajinasi kita untuk menempatkan diri
kita di dalam “setting” peristiwa dalam Injil ataupun dalam
kejadian yang diusulkan oleh St. Ignatius. Kita berdoa dengan Kitab
Suci, bukan mempelajarinya.
Dengan meditasi dan kontemplasi ini, kita melakukan “discerment of spirits“/
pembedaan roh. Kita melihat pergerakan batin dan melihat ke mana
pergerakan itu memimpin kita. Jika kita melakukannya secara rutin, kita
akan terbantu dalam membuat keputusan dengan baik. St. Ignatius
menekankan pentingnya pemeriksaan batin yang dilakukan secara teratur/
rutin di dalam kehidupan rohani. Jika kita melakukannya secara rutin,
jiwa kita akan menyadari akan titik kelemahan kita, dan jika kita terus
merenungkannya dan berjuang mengalahkan titik kelemahan itu, maka kita
akan dapat memperoleh kebajikan yang menjadi lawan dari titik kelemahan
tersebut. Untuk melawan kekurangan tertentu (misalnya, kesombongan,
kemalasan, dst), St. Ignatius menyarankan diadakannya pemeriksaan batin
dua kali sehari, agar kita dapat menelusuri perkembangan kita
mengalahkan kelemahan kita itu.
Demikianlah sekilas tentang ringkasan Latihan Rohani (Spiritual Exercises)
yang diajarkan oleh St. Ignatius dari Loyola. Penekanan yang
diajarkannya adalah, agar kita dapat menjalankan kehidupan kita di dunia
ini dengan mata hati terarah kepada tujuan akhir kita kelak bersama
Tuhan di surga. Dengan demikian, dalam segala sesuatu hati kita
terdorong untuk melakukan apapun yang dapat mendatangkan kemuliaan yang
lebih besar kepada Tuhan: for the greater glory of God, ad majorem Dei gloriam!
Sumber : Katolisitas
Sumber : Katolisitas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar