RC! itu adalah singkatan dari Red Code!
Artinya sama seperti lampu merah untuk memperingatkan sesuatu yang sangat penting sekali. Jadi, kalau orang-orang di kubikal mengirim pesan lalu di kasih tanda RC! berarti keadaannya ‘gawat sekali’, dan mesti segera bertindak sebagaimana mestinya. Makanya begitu menerima pesan dari Fiancy itu, Aiti langsung mencari-cari semua temannya yang tadi pada turun makan siang bareng-bareng.
Masalahnya, dia sekarang nggak tahu mereka berada dimana. Nggak jelas gitu deh pokoknya. Awalnya sih tadi pada ngumpul di kios yang sama. Tapi namanya keasyikan nawar dan nyobain ini itu, semuanya pada nggak nyadar sudah berseliweran kemana-mana. Gilanya lagi, suasana disitu ribut banget sampai-sampai mereka nggak bisa mendengar bunyi handhone yang mendering-dering. Walhasil, Aiti mesti nyari teman-temannya dari satu kios ke kios lainnya.
Didepan kantor ada sebuah jalan kecil. Sebenarnya jalan itu nggak terlalu kecil sih. Cukup besar untuk dilintasi dua mobil tanpa harus gantian salah satunya mesti berhenti saat kedua mobil itu sedang berpapasan. Masalahnya disepanjang jalan itu sekarang sudah dipenuhi dengan kios-kios di kedua sisinya. Apalgi di tanggal gajian, orang yang jualan itu makin bejibun. Makanya, mobil sudah tidak lagi bisa leluasa melintasinya. Padahal, itu adalah jalan alternatif untuk menghindari 3 in 1. Apalagi kalau pas jam makan siang. Jalan itu sama sekali nggak bisa dilintasi. Kecuali sama orang yang nekat atau tersesat.
Ada ribuan manusia yang memadati jalan itu setiap kali jam makan siang tiba. Bayangkan aja. Di lingkungan itu ada 3 tower gedung perkantoran. Masing-masing tingginya mencapai 30 lantai. Bahkan ada yang sampai lebih dari 50 lantai. Semua orang pada sembunyi di kantornya masing-masing sambil pada manyun didepan komputer dan kertas kerjanya. Tapi pada jam makan siang, tiba-tiba saja semuanya pada berhamburan keluar seperti tawon yang lagi panik karena sarangnya di penuhi asap oleh para pemburu madu. Makanya tidak heran kalau mulai dari jam 11.30 sampai jam 13.30 suasana di jalan itu jadi sangat berisik sekali.
Ngomong-ngomong, dari jam 11.30 sampai jam 13.30? Apa nggak salah ya? Enak banget kerja di Jakarta. Jam istirahat makan siangnya kok sampai selama itu ya? Nggak juga sih. Sebenarnya jam makan siang itu sama aja kok. Dari jam 12.00 sampai jam 13.00. Nggak tahu deh, kenyataannya ada aja tuch orang-orang yang sudah pada berhamburan keluar dari kantornya sejak jam setengah dua belasan. Mungkin asap di kantor sudah mengepul duluan kali ya. Makanya tawon-tawon itu sudah pada berhamburan sebelum waktunya.
Di jalan sempit itu banyak pilihan makanan. Dari mulai gado-gado, sate, ketoprak, sampai yang aneh-aneh. Tapi semuanya murah. Makanan rakyat banget deh pokoknya. Kalaupun cuman punya uang empat ribu rupiah, masih bisa makan kenyang. Masuk aja ke warung padang. Minta nasi putih satu setengah. Terus diguyur dengan berbagai macam kuah. Pakai sayur. Bumbu rending. Kerupuk. Dapet deh duh makan enak banget sampai kenyang. Kalau punya 5 ribu, bisa beli ketoprak atau gado-gado. Air minum sih sudah mereka sediakan.
Selesai makan, biasanya orang-orang nggak langsung balik ke kantornya. Tapi jalan-jalan dulu sambil sesekali berhenti di kios-kios kecil yang menjual bagi anak. Asesoris hand phone. Atau penjual VCD bajakan. Lumayan loh, disana semuanya dijual dengan harga miring. Termasuk sepatu dan jam tangan merek terkenal yang bedanya bisa sampai ratusan ribu dibandingkan dengan toko. Yang bikin lama, bukan membelinya. Tapi proses tawar menawarnya. Biar harga cuman beda 500 perak, tapi kan lumayan juga. Apa lagi kalau baru gajian seperti saat ini. Lumayanlah bisa beli filem baru buat iseng-iseng nonton di rumah.
Kalau Ibu-ibu sih biasanya beliin baju atau kaos buat anak-anak. Mestinya sih emang jadi tanggungjawab Bapaknya untuk beli keperluan anak-anak. Tapi kalau ngarepin bapaknya beli baju anak-anaknya kayaknya sih mesti nunggu berabad-abad lamanya biar kejadian. Ada aja alasan yang dikatakan Bapaknya. Baju yang lama masih baguslah. Lemari udah kepenuhan lah. Anak-anak nggak boleh dimanjakanlah. Pokoknya semua alasan ada. Mendingan langsung aja beliin dari gaji sendiri. Buat anak sendiri ini. Sekalian mengkompensasi karena setiap hari mereka jarang ketemu ibunya. Ntar kalau mereka merengek kan bisa bilang;”Mama kerja kan biar bisa beli baju kamu sayang….” Makanya. Anak-anak pun jadi matre.
Emang sih, orang bilang cewek-cewek yang paling doyan menawar. Tapi khusus di sepanjang jalan itu, nggak berlaku begitu. Mau cewek atau cowok, sama-sama lama kalau tawar menawar. Bedanya, kalau cewek menawar dengan berbagai macam harga. Misalnya, kalau penjualnya bilang 50 rebu. Maka cewek-cewek itu bakal nawar mulai dari 5 rebu. Naik jadi 7 rebu. Naik lagi ke 9 rebu. Terus begitu sampai diangka tertinggi penawaran yang mereka yakin penjualnya nggak bisa turun lagi.
Kadang-kadang, nawar juga nggak pake niat buat ngebeli. Terutama untuk barang-barang yang mahal dan bermerek. Terus aja tawar harganya serendah mungkin. Naikin sedikit-sedikit tapi jangan sampai terlalu dekat dengan harga terendahnya pedagang. Soalnya, kadang-kadang ada pedagang yang bilang; “Ya udah deh Mbak, ambil. Penglaris….”
Repot tuch kalau sampai begitu. Jadi susah mengelak. Makanya, orang-orang itu menggunakan taktik ‘harga mustahil’. Caranya gampang kok. Mereka memperkirakan harga penawaran yang pastinya pedagang nggak bakal mau kasih. Nah, sambil nawar-nawar dengan harga yang nggak mungkin itu mereka bisa mencoba barang yang ditawarnya berkali-kali. Setelah puas. Dilepas lagi. Terus dibalikin deh.
Kalau cowok, begini cara mereka menawar: “dua puluh lima rebu aja ya?!”
Pedagangnya pasti bilang;”Waah, nggak bisa mas. Modalnya aja nggak bisa segitu.”
Cowok itu terus bilang gini: “Ya udah… sini saya cobain dulu …”
Nah setelah mencoba-coba itu, dia berjalan mondar mandir. Tapi sama sekali dia nggak menawar lagi. Cuman mukanya aja yang seperti sedang menghitung-hitung. Padahal biasanya nggak pernah bisa ngitung kalau nggak pake kalkulator. Setelah dua puluh menit merasakan barang bermerek itu dia mencopotnya, lalu mengembalikannya kepada pedagang. “Ada model yang lain nggak?”
Pedagangnya bilang;”Nggak ada lagi, Mas. Kalau mau nanti saya ambilkan dulu di gudang..”
“Nggak usah deh kalau gitu. Lain kali aja….” Nah, artinya lain kali itu sama dengan ‘gue ngabur dulu, ya…’
“Pake yang ini aja Mas, modelnya pas banget loh sama Mas,” kata pedagang itu. Namanya juga pedagang pastinya tahu aja gimana caranya meyakinkan calon pembeli kalau barangnya paling pas.
Tapi, sejago apapun pedagangnya nggak bakalan bisa membuat calon pembelinya beneran beli kalau niatnya emang cuman pengen nyobain aja. Nggak lebih dari itu. Kalau sampai beli sih bukannya nggak kepengen. Tapi kan budgetnya nggak ada buat beli sampai seharga itu. Mendingan sekalian nungguin diskon di toko sampai 70% terus dibeli pake kartu kridit yang bisa dicicil sampai 12 bulan. Kalau belon diskon, ya sabar aja kali. Sambil nyobain di pinggir jalan itu untuk menghibur diri.
Ditengah hiruk pikuk itulah gadget Aiti tiba-tiba bunyi. Ada ping dari Fiancy. “Elo pade sebaiknya cepetan balik deh. RC!”
Karena ada kode RC!-nya, Aiti langsung meletakkan barang yang tadi lagi ditawarnya. Lalu melihat kekiri dan kekanan. Mencari teman-temannya yang tak lagi berada pada posisi awal ketika mereka masuk ke kios itu. Semuanya sudah pada bertebaran seperti tikus-tikus yang tersesat di labirin penuh keju yang tidak bisa dibelinya.
Nggak seorang pun yang menjawab teleponnya. Suara ribuan orang yang sedang mabuk hari gajian itu membuat dering telepon mustahil untuk bisa didengar. Makanya tidak ada pilihan lain buat Aiti selain menyusuri kios itu satu persatu. Usahanya tidak sia-sia. Beberapa temannya sudah berhasil ditemukan nyempil diantara gerombolan orang-orang yang sedang pada rebutan belanjaan. Setelah semuanya berkumbul, lalu mereka bergegas kembali ke kubikal.
“Sebentar dulu…” bisik Aiti. “Ada yang kurang,” katanya.
Semuanya temannya terdiam, sambil memikirkan apanya yang kurang. Tiba-tiba saja mereka menyadari kalau masih ada satu lagi teman yang belum ditemukan. Gawat kalau sampai dia nggak mengetahui sedang ada RC di kubikal. Apalagi ketika Fiancy kembali mengirim pesan agar mereka secepatnya balik ke kubikal. Mereka sekali lagi berpikir; apanya ya yang kurang?
“OPRI!” teriak semua orang.
Benar. Ternyata mereka hampir saja melupakan gadis tomboy itu. Mereka mengerti kalau mesti segera balik ke kubikal. Tapi mereka tidak tega meninggalkan sahabatnya sendirian mengambil resiko RC! yang sudah diperingatkan Fiancy.
Untuk menyingkat waktu, akhirnya mereka membagi tugas untuk menyebar ke seluruh penjuru mata angin. Namun ketemu atau tidak, semuanya mesti kembali ke tempat itu dalam waktu 10 menit. Dan selama pencarian itu semuanya mesti fokus kepada gadget. Kalau sudah ketemu langsung kaish tahu teman-teman biar nggak buang waktu.
Paling asik kalau bisa terbang seperti capung. Bisa melihat dengan jelas dari atas. Bagaimana mereka berkerumum, rapat sebentar. Lalu menyebar. Capung itu hanya bisa melihat kepala mereka menyelinap diantara ribuan kepala lainnya yang sedang demam belanja hari gajian. Sesekali kepala itu menghilang dibawah atap kios dadakan yang terbuat dari parasut. Kemudian kepala-kepala itu keluar lagi. Lalu sembunyi lagi di kois sebelahnya lagi. Hanya satelit mata-mata Amerika yang bisa menyaingi pemandangan yang di lihat oleh capung itu.
Sudah delapan setengah menit. Nggak seorang pun yang mengirim pesan kalau Opri sudah ditemukan. Di menit ke-9 gadget semua orang berbunyi. Aiti yang mengirim pesan itu. Mereka lega mendengarnya. Artinya Opri sudah ditemukan. Makanya mereka semangat sekali untuk langsung membacanya. Sayang, beritanya tidak seperti yang mereka harapkan. “Waktu sudah habis,” begitu isi pesan dari Aiti. “Kita balik ke titik pertemuan…..”
Sesaat kemudian capung itu melihat kepala-kepala yang berlarian menuju ke satu titik yang sama. Dan secara bersamaan pula, mereka sampai di titik itu. Karena waktunya tidak banyak, mereka pun sepakat untuk mengirim pesan ke Opri sekali lagi. Siapa tahu dia bisa segera membacanya untuk segera kembali ke kubikal karena ada Red Code!
Kira-kira 5 menit kemudian, mereka tiba di lobby gedung perkantoran. Disana ada sofa dimana orang-orang bisa bersosialisasi. Bunga angrek warna warni. Dan pewangi ruangan yang menyegarkan. Udara sejuk langsung membelai lembut wajah mereka yang memerah karena terpapar matahari Jakarta. Kalau direkam dalam filem gerak lambat kelihatan banget ketika rambut mereka bergoyang ditiup angin yang berhembus dari AC besar yang terdapat di setiap sudut ruangan. Dalam filem lambat itu juga kelihatan wajah mereka yang berubah menjadi lebih segar menikmati kesejukan yang tiada tara. Untuk beberapa detik, mereka bisa melupakan konsekuensi dalam RC! yang dikirim fiancy.
Filem slow motion itu sepertinya telah membuat waktu berjalan lebih lambat sehingga mereka bisa benar-benar menimati saat-saat menyegarkan itu selama mungkin. Kibasan rambut tertiup angin, gerakan tangan yang beriringan dengan kaki mereka, pergantian posisi tubuh, semuanya semakin melambat. Seolah-olah semua orang bisa melihat setiap 1 per sejuta detik yang mereka lalui. Saking melambatnya, mereka hampir berhenti!
O-ow. Sebentar dulu.
Sekarang mereka benar-benar berhenti. Nggak ada lagi adegan dalam film slow motion itu. Mereka berdiri seperti patung. Sedangkan tatapan mata mereka mengarah kepada satu titik yang sama. Opri!
Rupanya dia sudah berada di lobby lebih dulu. Sedang asyik-asyiknya bertengger di sofa. Mestinya mereka lega telah berhasil menemukan orang yang dicari-carinya. Tapi mereka sama sekali nggak merasa lega. Mereka merasa kesal. Bukan karena orang itu telah membuat mereka kalang kabut terpanggang udara siang bolong Jakarta. Mereka justru kesal karena ternyata di sofa itu Opri sedang bersama…. Voldy!
Dalam diam itu mereka menyaksikan dengan mata kepada sendiri kalau kedua sejoli itu sedang berbicang asik sambil sesekali diselingi tawa lepas. Dasar ya cewek centil itu. Ngakunya nggak ada hati sama Voldy. Eh, malah dia membiarkan teman-temannya sampai keringetan. Sementara dia sendiri enak-enakan kencan.
Aiti dan teman-temannya memutuskan untuk nyuekin Opri. Lalu mereka langsung menuju ke lift. Tapi mereka balik lagi. Rasanya tidak adil kalau membiarkan Opri ketinggal RC! Selain itu, mereka juga merasa perlu membalas kesusahan selama ini dengan menghentikan pembicaraan romantis itu.
“Oooh, jadi elo disini Pri….” Aiti sengaja menggunakan intonasi dengan nada agak menyindir.
Opri langsung terperanjat mendapati teman-teman sudah pada berjejer dihadapan mereka berdua. Secara sepontan Opri menggeser posisi duduknya sehingga jaraknya dengan Voldy jadi lebih menjauh.
“Mmmh… ini… ini nggak seperti dugaan elo….” Baru sekali itu mereka melihat pipi Opri merah. Sebelumnya. Sama sekali nggak pernah semerah itu.
Aiti langsung menarik tangannya; “Elo mesti menjelaskan soal itu nanti!” katanya. “Sekarang kita punya RC!” katanya lagi. Lalu mereka bergegas menuju ke lift yang sedari tadi sudah menganga.
Ketika tengah diseret teman-temannya itu Opri masih sempat melirik ke arah Voldy. Dia hanya melihat cowok itu mengangkat bahu dengan mimic wajahnya yang agak kecewa. Tapi Opri tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Pikirannya terlalu sibuk untuk membuat alasan yang tepat buat teman-temannya. Sekarang dia merasa menjadi orang paling bodoh sedunia.
Di kubikal, Fiancy sudah menunggu dengan gelisah.”Hiiih! Gimana sih elo pade? Lama amat!”
Semua gadis itu tidak menjawab. Hanya mengangkat tangan kanan mereka lalu mengarahkan telunjuknya ke wajah Opri. Orang yang ditunjuk itu mengkerut. Sepertinya badanya mengecil hingga tersisa tinggal 10 %nya saja.
“Gue nggak punya waktu buat dengerin alasan elo,” hardik Fiancy.
“Emangnya ada apa-an sih?” balas Aiti. Dia yang merasa ketiban tanggungjawab besar untuk mengumpulkan semua orang di tengah keramaian ribuan karyawan yang ikhlas untuk langsung miskin lagi setelah selama sehari punya duit. Mereka ikhlas, kalau besok sudah harus bokek lagi.
“Elo lihat aja di meja masing-masing.” jawab Fiancy.
Mereka pun segera berhamburan. Kemudian mendapat sehelai kertas di mejanya. Diatas kertas itu ada tulisan dengan stabilo merah “Jangan disentuh! Dibaca saja!” Larangan itu tidak separah pesannya berikutnya. Di kertas itu tertulis begini:
“Mulai bulan depan, gaji setiap orang akan dipotong secara pro-rata sesuai jumlah jam kerja yang disia-siakannya……”
Tiba-tiba saja mereka merasa seperti tersambar petir di siang bolong. Nggak nyangka kalau management memutuskan sampai sejauh itu. Tanpa bertanya pun mereka sudah mengerti apa maksudnya. Selama ini, jam makan siang mereka sering molor sampai dua kali lipat. Aturan jam 12.00 sampai jam 13.00. Tapi mereka sering telat balik lagi. Dan sering juga perginya lebih pagi lagi.
Mereka terdiam diantara sesal dan kesal. Menyesal karena terlena dengan kenikmatan-kenikmat an yang menyebabkan mereka lupa pada amanah dalam pekerjaannya. Mereka juga kesal, karena pendapatan mereka bisa berkurang. Mereka nggak mau terima keputusan itu, tapi bagaimana cara memprotesnya. Jangankan mengajukan keberatan kepada management. Menyentuh kertas itu saja dilarang!
Akhirnya mereka cuman mengomel sambil pasrah karena tidak bisa berbuat apa-apa. Semua orang tepaku di depan mejanya masing-masing. Berdiri seolah sedang menunduk. Ada yang menangis. Ada yang memejamkan matanya. Mereka tidak tahu harus berbuat apa lagi. Bekerja juga tidak bisa karena meja kerja mereka terhalang oleh kertas keputusan pemotongan gaji yang tidak boleh disentuh itu. Mereka hanya bisa diam terpaku seperti anak sekolahan yang sedang di setrap berdiri 2 jam oleh gurunya.
Tiba-tiba luang AC mengeluarkan angin yang bertiup lebih kencang dari biasanya. Udara dingin langsung menyembur ke sekujur tubuh yang hanya berdiri terpaku itu. Semakin lama hembusan angin AC itu semakin membesar sehingga bisa meniup kertas di atas meja mereka hingga bergerak-gerak. Lalu…. Kertas yang tidak boleh disentuh itu beterbangan.
“Sssshhhh… ini kenapa sih AC nya kok jadi gini?” hati semua orang dipenuhi oleh pertanyaan yang sama. Seperti doa, bisikan hati mereka menghentikan keanehan AC secara serta merta. Membuat kertas yang beterbangan itu kehilangan tenaga. Setelah beberapa kali salto di udara, semua kertas itu pun kembali mendarat diatas meja mereka. Namun sekarang, dalam posisi yang terbalik.
Semua orang di kubikal tidak lagi bisa membaca keputusan pengurangan gaji itu. Sebagai gantinya, mereka melihat pesan Natin ini:
TIDAK ADIL JIKA GAJI DI KURANGI
TIDAK ADIL JUGA JIKA JAM KERJA DISIA-SIAKAN
Tidak perlu seseorang untuk menceramahi. Mereka mengakui jika selama ini sering sekali menyia-nyiakan jam kerja ketika meninggalkan kantor untuk makan siang. Bukannya mereka tidak mengerti soal aturan. Tetapi mereka sering terlena. Dan karena sudah dilakukan selama bertahun-tahun. Mereka merasa hal itu sebagai sebuah kelaziman. Apalagi kalau melihat orang lain juga melakukan hal yang sama.
Mereka menyadari jika selama ini telah berbuat tidak adil kepada perusahaan. Mereka menuntut lebih banyak dari perusahaan. Namun mereka sering tanpa sadar mengurangi jumlah pelayanannya yang mestinya mereka berikan. Mereka marah ketika gajinya dipotong. Tapi mereka nggak merasa salah jika mengurangi jam kerja dengan melakukan hal-hal yang tidak relevan dengan pekerjaan.
Mereka terus merenungkan kejadian itu hingga seseorang berceloteh. “Kalian sedang mengheningkan cipta?” katanya. “Kayak upacara bendera sekolahan aja….”
“Baca dulu pesan diatas meja Bapak,” jawab Opri. “Baru bicara lagi…” tambahnya.
Pak Mergy yang penasaran buru-buru berlari ke ruang kerjanya. Hatinya menangkap aura yang mencekam sedang terjadi disitu. Ketika mendapati pesan dalam selembar kertas itu. Beliau terkejut dan langsung berteriak;”Alamak…. Kalau gaji saya dipotong gimana saya bayar cicilan kartu kredit?”
Hooooooh……. Orang-orang langsung merasa lemas…....
Tiba-tiba saja semua orang di kubikal menyadari bahwa ada hak yang sama diantara karyawan dan perusahaan. Pastinya perusahaan wajib memberikan seluruh hak karyawan. Baik yang diatur dalam undang-undang ketenaga kerjaan, norma yang berlaku, maupun kesepakatan lainnya yang dibuat dalam perjanjian kerja. Sebaliknya. Karyawan juga wajib menunaikan semua tugas, pekerjaan dan tanggungjawab yang diberikan kepadanya.
Bayangkan ketika belanja sekilo telur. Kita sudah membayar sesuai harga yang disepakati. Tapi tukang telur itu mengurangi timbangannya. Tentu kita nggak bakal seneng. Gaji kita juga seperti itu loh. Perusahaan sudah membayar sesuai kesepakatan. Kalau kita mengurangi jam kerja seperti itu, kita jadi mirip dengan penjual telur yang mengurangi timbangan. Belum lagi kalau ngomongin soal dosa. Ngeri. Takut Tuhan marahin kita karena timbangan yang dikurangi itu.
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
DEKA – Dadang Kadarusman
http://www.dadangka darusman. com
Catatan Kaki:
Jika perusahaan wajib membayar kita secara penuh, maka kita wajib memberikan takaran penuh melalui penggunaan jam kerja dengan sebaik-baiknya.
Sumber :
milis Bisnis, Wiraswasta & Karir di Indonesia